Virus Umum pada Anak Kemungkinan Memicu Lupus, Para Ilmuwan Menemukan

13

Sebuah studi terobosan menunjukkan bahwa virus Epstein-Barr (EBV), infeksi umum pada masa kanak-kanak, mungkin menjadi pemicu lupus, penyakit autoimun yang seringkali melemahkan. Penemuan ini memiliki implikasi besar dalam memahami dan mengobati lupus, yang saat ini belum ada obatnya.

Bagi kebanyakan orang, EBV menyebabkan gejala ringan seperti sakit tenggorokan atau demam dan tidak aktif di sel tubuh. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa EBV dapat menyebabkan beberapa sel kekebalan tidak berfungsi, sehingga secara keliru menyerang jaringan sehat alih-alih melawan infeksi. Proses ini secara efektif memicu respons autoimun, yang merupakan ciri khas lupus.

“Kami percaya ini berlaku untuk 100% kasus lupus,” kata Profesor William Robinson dari Universitas Stanford, penulis senior studi tersebut. “Temuan ini dapat merevolusi pengobatan lupus dengan membuka jalan bagi terapi yang secara langsung menargetkan dan mengatasi penyebab utamanya.”

Lupus mempengaruhi sekitar 69.000 orang di Inggris saja. Penyakit ini menyebabkan berbagai gejala yang melemahkan termasuk nyeri sendi dan otot, kelelahan ekstrem, ruam kulit, dan masalah lain akibat disfungsi sistem kekebalan tubuh yang meluas. Pemicu pasti di balik lupus masih sulit dipahami sampai sekarang.

Penelitian baru ini didasarkan pada studi epidemiologi sebelumnya yang mengisyaratkan adanya hubungan antara EBV dan lupus. Baru-baru ini, para ilmuwan mengkonfirmasi adanya hubungan serupa antara EBV dan multiple sclerosis, penyakit autoimun lainnya. Penelitian terbaru ini menggali lebih dalam mekanisme seluler dimana EBV dapat memicu kerusakan sistem kekebalan pada lupus.

Para peneliti memeriksa sel B, sejenis sel darah putih yang penting untuk mengenali dan menyerang virus. Mereka menemukan bahwa pada penderita lupus, EBV secara signifikan lebih umum terjadi pada sel B dibandingkan pada orang sehat. Yang lebih penting lagi, virus yang tidak aktif ini tampaknya mengaktifkan sel-sel B ini, mendorongnya menjadi terlalu aktif dan menyebabkan sel-sel tersebut secara keliru menargetkan jaringan-jaringan sehat di seluruh tubuh.

“Penemuan kuncinya di sini adalah bagaimana EBV mengaktifkan sel B yang berpotensi berbahaya ini, mendorong serangan autoimun yang merupakan ciri khas lupus,” jelas Dr. Shady Younis, penulis utama studi tersebut.

Meskipun penelitian ini menyoroti potensi akar penyebab lupus, faktor-faktor lain juga berkontribusi terhadap kerentanan seseorang. Hal ini termasuk faktor genetik, pengaruh hormonal (lupus lebih banyak menyerang wanita), dan latar belakang etnis. Implikasinya sangat signifikan:

  • Potensi Terapi Bertarget: Pemahaman ini dapat mengarah pada pengembangan terapi yang secara langsung menargetkan EBV atau dampaknya pada sel B pada pasien lupus.
  • Vaksin EBV: Temuan ini memberikan urgensi lebih lanjut terhadap uji klinis yang sedang berlangsung untuk mengeksplorasi vaksin EBV sebagai tindakan pencegahan terhadap perkembangan lupus.
  • Menggunakan Kembali Pengobatan Kanker yang Ada: Para peneliti juga berupaya mengadaptasi pengobatan kanker yang ada yang dirancang untuk menghilangkan sel B yang terlalu aktif untuk kasus lupus yang parah.

Meskipun diperlukan lebih banyak penelitian, penemuan ini mewakili langkah maju yang besar dalam memahami dan berpotensi mengobati penyakit yang kompleks dan menantang ini.