AI Menghapus Kesadaran Diri: Mengapa Kita Melebih-lebihkan Keterampilan Lebih Dari Sebelumnya

19
AI Menghapus Kesadaran Diri: Mengapa Kita Melebih-lebihkan Keterampilan Lebih Dari Sebelumnya

Semakin kita mengandalkan kecerdasan buatan (AI), semakin kurang akurat kita menilai kemampuan kita sendiri. Sebuah studi baru mengungkapkan bahwa penggunaan alat AI seperti chatbot tidak hanya membantu kita berkinerja lebih baik—tetapi juga membuat kita berpikir bahwa kita lebih baik dari yang sebenarnya, meskipun sebenarnya tidak. Fenomena ini, yang merupakan kebalikan dari efek Dunning-Kruger yang terkenal, memiliki implikasi besar terhadap cara kita belajar, mengambil keputusan, dan mempertahankan keterampilan berpikir kritis.

Efek Dunning-Kruger Terbalik

Efek Dunning-Kruger, yang diambil dari nama psikolog David Dunning dan Justin Kruger, menggambarkan bagaimana orang dengan kompetensi rendah di bidang tertentu cenderung melebih-lebihkan kemampuannya, sedangkan orang dengan kompetensi tinggi sering meremehkan kemampuannya. Hal ini disebabkan karena mereka yang kurang memiliki keterampilan kurang memiliki kesadaran diri untuk mengenali kekurangannya sendiri.

Namun, para peneliti di Aalto University di Finlandia, bersama dengan kolaborator di Jerman dan Kanada, telah menemukan bahwa AI membalikkan dinamika ini. Saat orang menggunakan AI untuk memecahkan masalah, mereka semua cenderung melebih-lebihkan kinerja mereka, terlepas dari tingkat keahlian mereka sebenarnya. Pengguna yang paling melek AI—mereka yang paling nyaman dan bergantung pada alat ini—menunjukkan rasa terlalu percaya diri yang paling kuat.

Bagaimana AI Mendistorsi Penilaian Diri

Penelitian yang dipublikasikan dalam Computers in Human Behavior edisi Februari 2026 ini melibatkan 500 peserta yang ditugasi mengerjakan soal-soal penalaran logis dari Tes Masuk Sekolah Hukum. Separuhnya diizinkan menggunakan ChatGPT, sedangkan separuhnya lagi tidak. Kedua kelompok kemudian ditanyai mengenai kinerja mereka dan penilaian diri mereka mengenai seberapa baik mereka melakukannya.

Hasilnya sangat mengejutkan: pengguna AI secara konsisten menilai kinerja mereka lebih tinggi dibandingkan non-pengguna, meskipun kinerja sebenarnya serupa atau lebih buruk. Para peneliti mengaitkan hal ini dengan apa yang mereka sebut sebagai “cognitive offloading” (pelepasan kognitif)—kecenderungan untuk mengandalkan AI untuk melakukan pemikiran bagi kita, sehingga mengurangi upaya mental dan evaluasi kritis kita sendiri.

Pertukaran: Kinerja vs. Kesadaran Diri

Saat kita menggunakan AI, kita sering kali menerima jawaban pertama yang kita peroleh tanpa pertanyaan atau verifikasi lebih lanjut. Keterlibatan yang dangkal ini mengabaikan putaran umpan balik pemikiran kritis yang biasa, sehingga lebih sulit untuk mengukur keakuratan kita sendiri. Akibatnya, kita mungkin berkinerja lebih baik dengan AI, namun kehilangan kemampuan untuk menilai secara akurat seberapa baik kinerja kita.

Studi ini juga menemukan bahwa kesenjangan antara pengguna berketerampilan tinggi dan rendah berkurang ketika AI terlibat. Hal ini karena AI membantu setiap orang untuk bekerja lebih baik pada tingkat tertentu, sehingga menciptakan rasa kompetensi yang salah secara menyeluruh.

Implikasi yang Lebih Luas

Mendatarnya efek Dunning-Kruger menimbulkan beberapa risiko. Ketika kita semakin bergantung pada AI, akurasi metakognitif kita—kemampuan kita untuk memikirkan pemikiran kita sendiri—mungkin menurun. Tanpa penilaian diri yang ketat, kita berisiko menjadi sumber informasi yang kurang dapat diandalkan dan mengambil keputusan yang kurang tepat.

Para peneliti memperingatkan bahwa tren ini dapat menyebabkan peningkatan iklim pengambilan keputusan yang salah perhitungan dan erosi bertahap terhadap keterampilan berpikir kritis. Semakin kita melek AI, semakin besar kemungkinan kita melebih-lebihkan kemampuan kita, sehingga memperparah masalah.

Membalikkan Tren

Untuk memitigasi risiko-risiko ini, penelitian ini menyarankan agar pengembang AI harus mengubah orientasi respons mereka untuk mendorong pertanyaan lebih lanjut. Dengan mendorong pengguna untuk merenungkan jawaban mereka—mengajukan pertanyaan seperti “Seberapa yakin Anda dengan jawaban ini?” atau “Apa yang mungkin Anda lewatkan?”—AI dapat membantu memulihkan kesadaran metakognitif pada tingkat tertentu.

Pada akhirnya, penelitian ini menyoroti paradoks penting di era AI: meskipun alat-alat ini dapat meningkatkan kinerja, alat-alat ini juga dapat mengikis keterampilan yang diperlukan untuk menilai kinerja tersebut secara akurat. Kuncinya adalah memastikan bahwa AI digunakan untuk menambah, bukan menggantikan, kemampuan berpikir kritis kita